Ini Bukan Masalah Intoleransi Apalagi Tindak Kejahatan

Saya adalah seorang guru. Sudah lebih 16 tahun saya mengajar, sampai saat ini. Yang saya didik adalah anak-anak usia SMP sampai SLTA. Usia pancaroba, peralihan dari kanak-kanak ke remaja menuju dewasa. Dan saat ini, bersama rekan para pendidik, kami mengelola lembaga pendidikan dengan hampir 2000 peserta didik, dari TK sampai sekolah tinggi. Tidaklah mudah pekerjaan menjadi seorang guru itu. Apalagi untuk generasi millenial saat ini. Perkembangan zaman dan teknologi informasi telah membuat mereka memiliki karakter tersendiri. Guru harus mempersiapkan diri lebih maksimal lagi dalam mendidik dan menghadapi mereka. Sebagai seorang guru, saya harus menyiapkan bahan ajar. Mengevaluasi capaian pembelajaran, membuat soal ujian dan memeriksa hasilnya. Memberikan nilai dan mengulangi anak yang belum tuntas. Disamping itu, setiap kali hadir dan tampil di depan kelas, mesti ada nilai dan karakter yang harus saya tanamkan kepada mereka. Itu semua saya lakukan sampai saat ini, walaupun saya juga Wa

PKI dan Perjalanan Sejarah Komunisme di Ranah Minang

Karakteristik masyarakat Minangkabau yang terbuka dalam perbedaan pandangan, tentu bukanlah sebagai bentuk liberalisme.

Minang punya petuah, "alue jo patuik dan barih jo balabeh" (alur dengan patut dan baris dengan belebas).

Sehingga perbedaan pandangan tidak akan keluar dari bingkai keminangan itu sendiri.

Kaedah adat yang populer, "baralieh tagak di tanah nan sabingka, bakisa duduak di lapiek nan sahalai" (beralih berdiri, tetap di tanah yang sebingkah. Bergeser duduk, tetap di tikar yang sehelai), menjadi frame bagaimana perbedaan tersebut tetap terkawal dengan nilai-nilai yang menjadi kesepakatan di Ranah Minang.

Kesepakatan itu adalah:

Adaik Basandi Syara' - Syara' Basandi Kitabullah - Adaik Bapaneh Syara' Balinduang - Syara' Mangato Adaik Mamakai (ABS-SBK-ABSB-SMAM) !

Nah, dalam alur demikianlah hendaknya kita melihat keberadaan PKI dan perjalanan sejarah komunisme di Ranah Minang.

Kehadiran komunisme yang dibawa oleh Dt. Batuah di Padang Panjang, tetap membawa baju agama yaitu Islam.

Konsep perjuangan yang mereka tawarkan dalam menghadapi penjajah memang memincut hati sebagian masyarakat.

Namun perlu digaris bawahi, waktu itu mereka tetap tampil dengan Islam dan tidak menjadi pembenci Islam.

Namun bukan berarti para ulama Minangkabau tidak awas dengan perkembangan pemikiran komunisme yang akan berujung kepada konflik dengan agama khususnya Islam.

Lihat bagaimana Inyiak DR (Ayah Buya Hamka) memperingatkan anaknya (Buya Hamka) agar berhati-hati dengan Dt. Batuah dan pemikirannya.

Jadi, keberadaan sebagian tokoh-tokoh Minangkabau bersama PKI dan Komunisme adalah dalam rangka menggunakannya sebagai alat perjuangan selama tidak menggeser nilai prinsipil seorang Minang.

Ketika nilai prinsipil itu dicampakkan dan PKI telah memposisikan diri dengan kematangan komunisme yang isinya adalah anti agama, maka masyarakat Minangkabau tidak pernah ragu menentukan sikap.

PKI dan Komunisme bukan lagi bagian dari Kayu yang bersilang di dalam tungku untuk menyalakan api guna memasak nasi.

PKI adalah musuh Minangkabau dan merupakan faham yang haram dianut oleh masyarakat Minangkabau

Ini adalah proses akhir perjalanan yang sudah final.

Kok bajalan lah sampai ka bateh, parundiangan lah sampai ka ujuang.

(Berjalan sudah sampi di batas, perindingan sudah sampai ke akhir)

Maka jadilah PKI dan Komunisme sebagai organisasi dan faham yang tak punya tempat lagi di Ranah Minang dan di hati masyarakat Minangkabau. (By : Buya Gusrizal Gazahar Dt. Palimo Basa)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Hukum Adat Minangkabau

Inilah Asal Usul Nama Minangkabau Yang Sebenarnya

Peran dan Fungsi Urang Sumando