Ini Bukan Masalah Intoleransi Apalagi Tindak Kejahatan

Saya adalah seorang guru. Sudah lebih 16 tahun saya mengajar, sampai saat ini. Yang saya didik adalah anak-anak usia SMP sampai SLTA. Usia pancaroba, peralihan dari kanak-kanak ke remaja menuju dewasa. Dan saat ini, bersama rekan para pendidik, kami mengelola lembaga pendidikan dengan hampir 2000 peserta didik, dari TK sampai sekolah tinggi. Tidaklah mudah pekerjaan menjadi seorang guru itu. Apalagi untuk generasi millenial saat ini. Perkembangan zaman dan teknologi informasi telah membuat mereka memiliki karakter tersendiri. Guru harus mempersiapkan diri lebih maksimal lagi dalam mendidik dan menghadapi mereka. Sebagai seorang guru, saya harus menyiapkan bahan ajar. Mengevaluasi capaian pembelajaran, membuat soal ujian dan memeriksa hasilnya. Memberikan nilai dan mengulangi anak yang belum tuntas. Disamping itu, setiap kali hadir dan tampil di depan kelas, mesti ada nilai dan karakter yang harus saya tanamkan kepada mereka. Itu semua saya lakukan sampai saat ini, walaupun saya juga Wa

Serba Serbi PKI di Ranah Minangkabau

Tokoh yang berperan dalam membawa dan mengembangkan PKI di Sumatra Barat adalah Haji Datuk Batuah. Setelah lulus sekolah dasar Belanda, dia menuntut ilmu ke Mekkah selama enam tahun. Sekembalinya ke Sumatra Barat, dia menjadi murid Haji Rasul, ayah Buya Hamka. Dia dianggap sebagai salah satu murid Haji Rasul yang pintar dan dinamis sehingga menjadi asistennya di Perguruan Sumatra Thawalib selama tahun 1915.

Pada 1923, Haji Datuk Batuah mengadakan perjalanan keliling Sumatra dan Jawa. Dia bertemu Natar Zainuddin di Aceh. Di Jawa, dia bertemu dengan para pemimpin PKI termasuk Haji Mohammad Misbach, anggota Sarekat Islam berpengaruh di Surakarta, yang sekeluarnya dari penjara pada 1922 memilih bergabung dengan PKI.

Misbach berpendapat bahwa dengan memilih bergabung dengan pihak komunis berarti dia “membuktikan keislamannya yang sesungguhnya.” “Tokoh muslim ini jelas sangat besar pengaruhnya terhadap Datuk Batuah,” (Audrey R. Kahin : "Dari Pemberontakan ke Integrasi: Sumatra Barat dan Politik Indonesia, 1926-1998".)

Kekejaman para menir Belanda bersama para lareh memicu kemarahan para tokoh Minangkabau dan koneksinya, itulah yg mendasari pemikiran untuk memberontak, para tokoh yang tergabung dalam partai komunis ingin menjadikan sebuah wilayah yg merdeka berdaulat dgn ideologi komunis (Al Hagi)

Pandangan Haji Misbach menarik minat Datuk Batuah. Sekembalinya ke Sumatra Barat, dia menyebarkan pandangan itu di Perguruan Sumatra Thawalib dan di koran Pemandangan Islam yang didirikannya bersama Djamaluddin Tamim. Pemandangan Islam dan Djago-djago yang didirikan Natar Zainuddin sama-sama menyuarakan kesamaan antara Islam dan komunisme dalam perjuangan menentang kapitalisme dan kolonial

Selain di Padang Panjang, gerakan komunis juga tumbuh di Silungkang. Saudagar Sulaiman Labai mendirikan cabang Sarekat Islam di Silungkang pada 1915. Ketika berubah menjadi Sarikat Rakyat pada 1924, sebagian besar anggotanya ikut dengan para pemimpinnya menjadi anggota komunis.

Di Padang, Sutan Said Ali mendirikan PKI pada 1923. Belanda segera menangkapnya. Kendati demikian, Padang tetap penting bagi gerakan komunis, sebab PKI menargetkan kota ini sebagai pusat pengembangan komunis di Sumatra Barat.

Selain di Padang Panjang, gerakan komunis juga tumbuh di Silungkang. Saudagar Sulaiman Labai mendirikan cabang Sarekat Islam di Silungkang pada 1915. Ketika berubah menjadi Sarikat Rakyat pada 1924, sebagian besar anggotanya ikut dengan para pemimpinnya menjadi anggota komunis.

Gerakan komunis di ketiga pusat utama di Sumatra Barat ini ( Padang Panjang- Padang-Silubgiang)saling bertalian. Di Padang Panjang, tulang punggung gerakan adalah para ulama dan murid-murid perguruan Islam dengan tokoh panutan adalah Tan Malaka. Di Silungkang, para saudagar dan pengusaha kecil menjadi tokoh-tokohnya. Mereka menjalin hubungan yang kuat dengan buruh-buruh tambang di Sawahlunto, dan tetap berpedoman kepada kepemimpinan di Padang Panjang. Gerakan komunis di Padang memang mendapat dukungan para ulama dan perguruan-perguruan Islam, tetapi lebih mengandalkan pada komunitas pedagang. Selain itu, hubungannya lebih dekat dengan para pemimpin PKI di Jawa.

#Pemberontakan Malam Tahun Baru terjadi pada malam 1 Januari 1927 oleh para pemberontak Partai Komunis Indonesia (PKI) terhadap pemerintah Hindia Belanda di Minangkabau. Pada awalnya, rencana pemberontakan tersebut merupakan hasil rundingan dalam Konferensi Prambanan yang diadakan oleh PKI pada 25 Desember 1925. Namun, rencana tersebut ditunda akibat gempa bumi 28 Juni 1926 terjadi di Padang Panjang yang rencananya dijadikan pusat perlawanan. Rencana pemberontakan tersebut dirundingkan kembali di Silungkang pada 20 Desember 1926 oleh kurang lebih 30 anggota PKI

Namun, Tan Malaka tak setuju atas rencana itu. Tan Malaka menilai rencana pemberontakan masih mentah dan PKI belum siap untuk memberontak. Jika dipaksakan malah akan membahayakan gerakan di tanah air. Pemerintah Belanda pasti akan semakin memperketat ruang gerak dunia gerakan. Tan Malaka meminta agar keputusan tersebut dirundingkan kembali. Tan lantas memberi Alimin dokumen yang berisi alasan penolakan terhadap rencana pemberontakan. Alimin pun berangkat menuju Singapura untuk merundingkan kembali rencana Prambanan dengan para tokoh PKI seperti Musso, Boedisoetjitro, Sugono, Subakat, Sanusi dan Winata. Alimin meyakinkan Tan Malaka, bahwa ia sanggup mengumpulkan tokoh PKI lainnya untuk kembali merundingkan rencana itu. Jika sudah siap, Alimin berjanji akan memberi kabar kepada Tan Malaka.

Namun, setelah satu bulan pergi, tak juga ada kabar dari Alimin kepada Tan Malaka. Setelah diselidiki, ternyata Alimin tak pernah menyerahkan dokumen tersebut kepada para tokoh PKI di Singapura. Alimin malah pergi ke Moskow bersama Musso meminta restu untuk menjalankan pemberontakan. Meski Moskow tak merestui, pemberontakan PKI pada 1926-1927 tetap dilaksanakan.

Selain itu, hingga akhir 1926, para pemberontak di Minangkabau telah mengumpulkan sedikitnya seribu pucuk senjata untuk amunisi melalui Mr. Van Eck, direktur firma Boon di Medan. Melalui jalur gelap, senjata juga dibeli dari direktur toko senjata Bouman yang seorang Belanda totok melalui lobi-lobi Mangkudun Sati. Di kemudian hari, Bouman ditahan enam bulan penjara karena ketahuan menjual senjata ilegal. Uang untuk membeli senjata, antara lain disumbang oleh Hasan Bandaro, pedagang kaya raya di Kota Padang. Selain membeli, urang awak juga merakit senjata dan membuat granat tangan di Sungai Puar, di bawah tanggung jawab Haji Idris dan Sutan Maradjo.

Pada 1 Januari 1927, rombongan pertama yang dipimpin Abdul Muluk Nasution bergerak dari Silungkang ke Sawahlunto. Namun, mereka langsung disergap serdadu Belanda di Muara Kalaban dan dibawa ke penjara Sawahlunto. Penjara Sawahlunto yang rencana akan diambil alih gagal, karena ternyata Sersan Pontoh, Sersan Rumuat dan dua puluhan koleganya telah ditangkap Belanda dua hari sebelum hari H.

Perang tetap meletus. Rakyat dan buruh tambang batubara di Sawahlunto bergerak. Konvoi bala bantuan pasukan Belanda dari Bukittinggi menuju Sawahlunto mendapat kejutan dari pasukan "Jenderal" Abdul Munap ketika melintas di Payakumbuh. Merujuk telegram residen Mr. Arends tertanggal 3 Januari 1927, komandan Belanda Letnan W.F.H.L. Simons yang berada di mobil paling depan, terbunuh oleh sebutir peluru menembus jantungnya.

Kelompok pemuda dari nagari-nagari sekitar Silungkang yang mengibar-ngibarkan bendera merah terlibat baku tembak dengan serdadu Belanda. Tanggal 3 Januari, pasukan Belanda mundur dari Silungkang. Sesuai prediksi, pemberontakan meluas. Sama halnya dengan Silungkang dan sekitarnya, di Padang, Pariaman, Agam para pemberontak juga membunuh para pejabat Belanda. Di mana-mana terjadi baku-tembak. Korban berguguran dari kedua belah pihak.

Pemberontakan tersebut berhasil dipadamkan pada Maret 1927, setelah pemerintah mengirim 12 kompi tentara dari Jawa dibawah pimpinan Mayor Rhenrev. Empat orang pimpinan PKI Minang, yakni Manggulung, M. Jusuf, Sampono Kajo, dan Badarudin gelar Said, dihukum gantung bulan Maret 1927 di penjara Sawahlunto. Sisanya dibuang ke Digul. Termasuk Haji Datuk Batuah dan Natar zainuddin (sumber : Historia, Al Hagi, Wikipedia)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Hukum Adat Minangkabau

Inilah Asal Usul Nama Minangkabau Yang Sebenarnya

Peran dan Fungsi Urang Sumando